Kepemimpinan efektif adalah puncak dari keberhasilan seseorang dalam
menjalankan tugas kepemimpinan. Semua pemimpin menginginkan agar
kepemimpinan yang dijalankannya berjalan secara efektif. Namun demikian,
Winardi mengatakan bahwa pada dasarnya tidak ada kepemimpinan yang
efektif atau tidak efektif. Namun efektivitas berkaitan dengan ketepatan
seseorang dalam menerapkan kepemimpinannya dalam situasi dan kondisi
tertentu.
[1] Efektif itu sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai “
tepat guna dan tepat sasaran.”
Namun demikian, untuk mencapai tingkat kepemimpinan efektif tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Pemimpin membutuhkan penguasaan
beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya efektivitas kepemimpinan ini.
Biasanya, perbincangan mengenai kepemimpinan efektif adalah juga
memperbincangkan standar kepemimpinan ideal. Standar kepemimpinan yang
hampir menjadi impian semua pemimpin, atau bahkan semua orang di muka
bumi ini. Itulah sebabnya, banyak perdebatan mengenai kepemimpinan yang
efektif.
Dalam konteks kepemimpinan profesional, Jack Foster menulis,
“lupakan efisiensi, galilah gagasan dari mitramu.” Begitu kata Jack Foster dalam buku tipis bertajuk
Ideaship.
[2]
Sepintas, ungkapan ini agak berseberangan dengan prinsip kepemimpinan
dalam manajemen yang berurat-akar pada asas efektivitas dan efisiensi
kerja. Namun sesungguhnya kita tak perlu merasa heran. Sebab, penjelasan
Jack Foster memberikan bukti bahwa asas efektivitas pada akhirnya
menduduki posisi yang lebih mendasar ketimbang asas efisiensi.
[3]
Efektivitas berarti berkaitan dengan efek atau akibat yang
ditimbulkan. Seorang pemimpin efektif dapat diukur dari peningkatan
kualitas kinerja organisasi secara keseluruhan dalam semua tahapan dalam
organisasi. Tidak hanya itu, efektivitas juga menyangkut bagaimana
hubungan masing-masing anggota organisasi yang pada titik tertentu
banyak mempengaruhi perkembangan sebuah organisasi.
Dalam konteks ini, lagi-lagi, seorang pemimpin dituntut memiliki jiwa
yang kreatif dalam memahami fenomena dalam organisasi untuk kemudian
mengembangkannya sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki organisasi
secara keseluruhan. Dalam kerangka inilah, seorang pemimpin hendaknya
memikirkan apa yang menjadi kebutuhan para pengikutnya. Mereka ingin
mengembangkan daya kreatifnya, mereka ingin mengaktualisasikan diri
dalam bentuk-bentuk pekerjaan terbaik mereka tanpa dibatasi sepanjang
sesuai dengan visi dan misi organisasi.
Dengan begitu, pandangan Foster di atas lebih berorientasi pada
output. Pendeknya, semakin kreatif gagasan pengikut Anda, semakin efektif pula
output
yang dapat dihasilkan. Ini adalah rumus yang hampir tak terbantahkan.
Namun batu sandungan yang biasa ditemui dalam mewujudkan gagasan-gagasan
brilian itu biasanya berkaitan dengan ketersediaan modal, juga meliputi
sumber daya.
Namun demikian, pencapaian kualitas kerja sebuah organisasi akan
lebih menguntungkan jika dalam pelaksanaannya tidak hanya efektif,
tetapi juga efisien. Pengejawantahan kreativitas individu dalam
organisasi memang sangat penting untuk mencapai derajat efektivitas
organisasi, namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana mengusahakan
agar tidak mengesampingkan efisiensi.
Dengan demikian, efektivitas kepemimpinan dapat dilihat dari beberapa indikator penting diantaranya:
- Adanya jalinan komunikasi yang intensif antara pemimpin dengan
bawahan, sesama rekan kerja dan lingkungan organisasi secara
keseluruhan;
- Pemimpin tidak mengalami kesulitan dalam menerapkan pengaruhnya kepada seluruh komponen organisasi;
- Pemimpin menjadi simbol yang dapat dijadikan sebagai panutan seluruh komponen organisasi;
- Pemimpin tidak memposisikan dirinya sebagai “one-man show”, namun melibatkan seluruh awak dalam organisasi tersebut;
- Pemimpin memberikan motivasi—materiil dan non-materiil—kepada setiap karyawan, baik dengan reward maupun punishment, dan secara keseluruhan berjalan dengan normal;
- Dari perspektif bawahan, semua bawahan merasa puas dipimpin oleh
pemimpin bersangkutan. Masing-masing tidak mengalami hambatan dalam
berhubungan dengan pemimpin.